Secara sederhana, motivasi dapat diartikan sebagai pendorong seseorang dalam melakukan sesuatu untuk meraih suatu tujuan yang diinginkan. Tujuan tersebut tidak selalu berupa pencapaian prestasi. Bahkan dalam tindakan-tindakan sehari-hari seperti makan, berolahraga, hingga diet dan berdandan, juga memiliki pendorong berupa motivasi dalam diri tiap orang. Namun, seperti halnya konsep-konsep psikologi lainnya, motivasi tidak memiliki definisi tunggal (Burns, 2003; Lindahl, 2012). Banyak tokoh telah membuat definisi untuk menjelaskan apa itu motivasi dan beberapa di antaranya berbeda, meski bukan berarti serta merta definisi terbaru menjadi lebih baik dari definisi yang dirumuskan lebih lama. Justru banyaknya definisi dan teori-teori yang dibuat tokoh- tokoh telah memperkaya khazanah ilmu pengetahuan mengenai motivasi.
Weinberg dan Gould (2007) menjelaskan bahwa motivasi merupakan arah dan intensitas dari suatu usaha yang dilakukan oleh atlet. Sebagai arah perilaku, artinya motivasi berperan sebagai penentu apa yang atlet lakukan. Misalnya, seorang atlet muda ingin memenangkan kejuaraan tingkat nasional. Perilaku yang ditunjukkan oleh atlet tersebut dipengaruhi oleh keinginannya itu; apakah dia memutuskan menambah porsi latihan fisik atau teknik, atau menemui psikolog olahraga untuk konsultasi dalam menunjang performanya di lapangan. Selain arah perilaku, motivasi juga mempengaruhi intensitas perilaku itu ditunjukkan. Intensitas perilaku berhubungan dengan persisten tidaknya usaha atlet dalam meraih tujuan yang diinginkan. Dengan kata lain, seberapa lama atlet tadi menjaga konsistensinya dalam menunjukkan perilaku yang telah dipilihnya dalam rangka meraih atau mewujudkan tujuannya. Hal ini dikarenakan sifat dari motivasi sendiri sebagai suatu proses yang dapat berubah-ubah dan tidak menetap. Oleh karenanya, sering kali ada masa di mana motivasi atlet menurun bahkan hilang. Maka dari itu, diperlukan intervensi psikologis tertentu untuk memastikan atlet memiliki motivasi yang stabil, yakni tidak terlalu tinggi di awal lalu menurun di tengah proses usaha meraih tujuan apalagi hilang motivasi sehingga atlet merasa burnout dengan rutinitas latihan yang harus dijalani
Hampir semua tokoh psikologi sependapat bahwa sumber motivasi berasal dari salah satu dari dua berikut: dalam diri atau luar diri seseorang. Motivasi yang bersumber dari luar dirinya disebut dengan motivasi ekstrinsik atau motivasi eksternal, sedangkan jika sumber motivasi seseorang berasal dari dalam orang itu sendiri, maka disebut motivasi intrinsik atau motivasi internal (Lai, 2011; Karageorghis & Terry, 2011; Vallerand, 2007). Lai (2011) menjelaskan bahwa motivasi ekstrinsik merupakan motivasi yang didasari oleh kontingensi penguatan atau reward dari luar. Beberapa jenis reward tersebut antara lain pujian, perhatian dari media, medali, uang, dan sebagainya (Karageorghis & Terry, 2011). Sementara itu, motivasi intrinsik merupakan motivasi yang didasari oleh minat, kesenangan, kepuasan, dan ketertarikan pribadi terhadap kegiatan yang dilakukan (Lai, 2011). Karageorghis dan Terry (2011) menjelaskan bahwa atlet yang memiliki motivasi intrinsik lebih mungkin memandang ikut serta dalam turnamen serta rajin mengikuti berbagai latihan untuk mengembangkan kemampuan dan meningkatkan performanya. Jadi atlet tersebut terdorong mengikuti persiapan-persiapan untuk menghadapi dan memenangkan turnamen bukan didorong oleh keinginan memperoleh reward melainkan karena kesadarannya sendiri bahwa itu diperlukan untuk meningkatkan performanya sehingga dia pun dapat meraih prestasi olahraga yang diinginkannya.
sumber bacaan : Psikologi Olahraga (Student Handbook), Miftahul Jannah & Juriana
Tugas mandiri mahasiswa :
Tuliskan uraian penjelasan tentang faktor yang mempengaruhi motivasi dari luar (Ekstrinsik), serta bagaimana peran orang tua atlet sebagai salah satu sumber motivasi bagi atlet itu sendiri (sertakan contohnya).